Optimalisasi Penerapan Early Warning System Pada Pasien Covid-19 di Rumah Sakit

Opini742 views

Oleh: Hendri Purwadi, S.Kep.,Ns.,M.Ng (AC)

Corona Virus Diseases (COVID-19) telah ditetapkan sebagai pandemic global oleh WHO sejak pertama kali ditemukan pada akhir Desember 2019. Sampai saat ini, COVID-19 membawa persoalan serius bagi hampir seluruh negara di dunia  termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI bahwa secara global sampai akhir bulan Agustus 2021  jumlah kasus terkonfirmasi sebanyak 200 juta jiwa dengan angka kematian sebanyak  4,5 juta jiwa. Sedangkan jumlah kasus di Indonesia sampai akhir Agustus 2021 adalah 4 juta jiwa dengan angka kematian 137 ribu jiwa (Covid19.go.id). Adapun  jumlah kasus  terkonfirmasi positif di Kabupaten sumbawa sampai tanggal 31 Agustus adalah 3133 kasus  dengan angka kematian sebanyak 142 jiwa (Pemprov NTB, 2021). Sebagaian besar pasien menjalani isolasi mandiri dan mendapatkan perawatan di rumah sakit umum daerah Sumbawa dan RS HL Manambai Abdulkadir prov NTB.

Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan untuk menekan jumlah kasus  terkonfirmasi dan kematian yaitu dengan cara menati prokes dan melakukan vaksin. Sedangkan upaya lain untuk menekan angka kematian pada pasien covid yang dirawat di rumah sakitadalah dengan cara menyiapkan  sarana prasarana yang memadai dan sumber daya manusia yang terampil khususnya perawat. Peran perawat dalam memberikan pelayanan  kepada pasien covid sangat diperlukan salah satunya adalah kemampuan mendeteksi dini pasien yang berpotensi mengalami perburukan. Hal ini sangat berguna mendukung pengambilan keputusan klinis yang segera sehingga dapat mengingaktkan kualitas pelayanan dan mengurangi resiko kematian.

Salah satu alat atau tools yang sering  digunakan untuk mendeteksi adanya perburukan pada pasien adaalah early warning system(EWS) . Sistem ini bertujuan untuk membantu staf klinis dalam mengidentifikasi tanda bahaya awal pasien kritis saat berada di ruang rawat inap sebelum terjadi penurunan kondisi klinis yang meluas. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan dan mendorong pemberian tindakan sedini mungkin dengan tujuan meningkatkan hasil akhir pasien. System EWS menggunakan data fisiologis pasien yang meliputi pengukuran pernafasan, penggunaan oksigen, tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi dan tingkat kesadaranserta usia (Lee, 2020).EWS pertama kali diperkenalkan oleh Morgan, et al., (1997) sebagai alat sederhana yang dapat diterapkan oleh staf bangsal untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami penyakit kritis. Pada tahun 2012, Royal College of Physicians melakukan evaluasi dan standardisasi EWS kemudian dipergunakan secara luas oleh National Health Service (NHS) di Inggris (Alam, 2014).

Pengisian dan penafsiran EWS harus cepat dan tepat karena ketetapan waktu dan komptensi saat melakukan pengisian dan penafsiran EWS dapat mengurangi resiko kematian pada pasien. Sebaliknya kesalahan dalam pengisian dan penafsiran EWS menyebabkan keterlambatan respon klinis sehingga memperburuk kondisi pasien dan berujung pada peningkaan angka kematian (Peterson, 2018). Oleh karena itu, sosialisasi dan demonstasi pengisian dan penafsiran EWS sangat diperulukan.

Kegiatan sosialisasi terkait EWS pada pasien covid dilakukan oleh penulis pada hari senin 30 Agustus 2021 yang diikuti oleh 30 perawat yang bertugas diruang Isoalsi covid 19 RS Manambai Abdulkadir. Data awal menujukkan bahwa  berdasarkan hasil pretest dan wawancara  ditemukan bahwa sebanyak 80% (24) perawat mengatakan kesulitan dalam penerapan EWS, 60% (18%) masih melakukan kesalahan  dalam pengisian instrument  EWS dan 50% (15 orang) melakukan kesalahan dalam mmelakukan penafsiran. Selain itu, seluruh perawat yang bekerja di ruang covid menyatakan belum pernah mendapatkan sosialsiasi terkait dengan pengisian dan penerapan EWS pada pasien covid 19.   Kegiatan kemudian dilanjutkan  dengan cara pemberian materi  dan disksui terkait dengan EWS pada pasien covid disertai dengan demonstrasi cara pengisian dan penafsiran EWS yang sesuai dengan liteatur. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa seluruh perawat mampu melakukan pengisian dan penafsiran dengan benar  EWS sesuai dengan kasus yang diberikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan  bahwa kesalahan pengisian maupun tafsir dari EWS dapat dikraungi dengan adanya pelatihan dan juga sosialisasi terkait dengan penerapan EWS di rumah sakit (Alam, 2014)

Pada dasarnya EWS sudah banyak diterapkan di rumah sakit dan merupakan prasyrat sebuah rumah sakit dapatterakreditasi Hal ini sesuai dengan penetapan standar yang dilakukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS). System EWS kemudian dipilih sebagai salah satu tools untuk mengidentifkasi perburukan pada pasien karena tergolong alat sederhana, mudah difahami dan dapat dilakukan oleh setiap staf di rumah sakit. Namun demikian EWS tidak serta merta menggantikan penilaian klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratiroum, rontgen maupun penunjang lainnya.  Selain itu EWS juga dapat digunakan sebagai assesmen awal pada kondisi penyakit akut dan pemantauan berklenjutan di rumah sakit. Pengembangan EWS juga dapat dilakukan diuar rumah sakit, misalnya digunakan oleh perawat puskesmas atau ambulance untuk mengoptimlakan komunikasi dengan rumah sakit sebelum melakukan rujukan (Alam, 2014).

Komentar